Senin, 17 Juli 2017

Bagaimana Cara Menghitung Uang Pesangon

Uang pesangon adalah uang yang dibayarkan oleh pemberi kerja kepada pegawai, dengan nama dan dalam bentuk apapun, sehubungan dengan berakhirnya masa kerja atau terjadi pemutusan hubungan kerja, termasuk uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak. Pemahaman yang keliru tentang uang pesangon masih banyak terjadi pada pekerja kita. Seringkali para buruh maupun pegawai berselisih paham dengan pihak perusahaan (pemberi kerja) tentang pesangon atau bahkan melakukan demo setelah mereka mendapat PHK atau mengundurkan diri. Sebenarnya Anda tidak perlu pusing mengenai uang pesangon ini, karena semua ketentuannya sudah diatur dalam undang-undang.  Mari kita simak penjelasan detail di bawah ini mengenai uang pesangon, siapa saja yang berhak mendapatkan dan cara menghitungnya.
Undang-Undang yang Mengatur Tentang Uang Pesangon
Ketentuan pemberian uang pesangon oleh pengusaha kepada karyawannya sehubungan dengan PHK, penghargaan masa kerja maupun uang penggantian hak diatur dalam Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Pasal 156 Ayat (1)  tentang Ketenagakerjaaan yang berbunyi: “Dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK), pengusaha diwajibkan membayar uang pesangon dan atau uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima.” Selanjutnya segala hal yang berhubungan dengan Pemutusan Kerja dapat Anda pelajari dalam BAB XII Undang-Undang No.13 Tahun 2003 tentang Pemutusan Hubungan Kerja.
Perlu diketahui juga, yang dimaksud dengan pengusaha yang memiliki kewajiban untuk memberikan pesangon kepada karyawan/buruh apabila terjadi pemutusan kerja sebagaimana yang termuat dalam UU No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan Pasal 150 adalah siapa saja (swasta atau milik negara, perseorangan atau berbentuk badan, berbadan hukum atau tidak) yang mempunyai pengurus serta mempekerjakan orang lain dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain.
Ketentuan Uang Pesangon dan Cara Menghitungnya
Untuk bisa mengetahui besaran uang pesangon yang akan Anda dapatkan maka hal yang perlu Anda ketahui adalah alasan pemutusan hubungan kerja. Karena hal ini yang akan membedakan perhitungan uang pesangon akibat pemutusan hubungan kerja karena pensiun, mengundurkan diri, atau karena alasan yang lainnya. Kalau melihat aturan dalam UU di atas maka yang menjadi patokan adalah 3 hal yaitu:
§  Uang Pesangon (UP)
§  Uang Penghargaan Masa Kerja (UPMK)
§  Uang Penggantian Hak (UPH)
Ingat, tiga poin ini adalah jenis uang yang wajib dibayarkan oleh perusahaan setelah adanya pemutusan hubungan kerja dan menjadi hak pekerja untuk menerimanya. Kalaupun ada kejanggalan, maka Anda layak untuk mengkonsultasikannya ke Dinas Tenaga Kerja setempat untuk mendapatkan penyelesaian yang pasti.
Rincian ketentuan dan besaran Uang Pesangon, Uang Penghargaan Masa Kerja dan Uang Penggantian Hak adalah sebagai berikut:
1. Uang Pesangon (UP)
Sesuai dengan UU No. 13 Tahun 2003 Pasal 156 Ayat (2) ketentuan dan cara perhitungan uang pesangon adalah sebagai berikut:
§  Masa kerja < 1 tahun  = 1 bulan upah;
§  Masa kerja 1 tahun/lebih tetapi kurang dari 2 tahun = 2 bulan upah;
§  Masa kerja 2 tahun/lebih tetapi kurang dari 3 tahun = 3 bulan upah;
§  Masa kerja 3 tahun/lebih tetapi kurang dari 4 tahun = 4 bulan upah;
§  Masa kerja 4 tahun/lebih tetapi kurang dari 5 tahun = 5 bulan upah;
§  Masa kerja 5 tahun/lebih tetapi kurang dari 6 tahun = 6 bulan upah;
§  Masa kerja 6 tahun/lebih tetapi kurang dari 7 tahun = 7 bulan upah;
§  Masa kerja 7 tahun/lebih tetapi kurang dari 8 tahun = 8 bulan upah;
§  Masa kerja 8 tahun/lebih = 9 bulan upah.
Upah yang dimaksud disini adalah jumlah gaji pokok setelah ditambah dengan tunjangan tetap. Perlu diketahui bahwa tunjangan tetap bisa berbeda-beda pada suatu perusahaan. Kadang kita bingung mengenai istilah tunjangan tetap dan tunjangan tidak tetap. Contoh dari tunjangan tetap bisa seperti tunjangan transport, kesehatan dan lain sebagainya. Intinya tunjangan tetap akan selalu dihitung dan dibayarkan meskipun Anda sedang berhalangan hadir ke kantor/perusahaan.
Ada juga pertanyaan, bagaimana kalau uang pesangon yang didapatkan masih dibawah standar upah minimum? Sesuai peraturan maka perusahaan terkait harus menentukan nilai uang pesangon berdasarkan ketentuan upah minimum di daerah tersebut.
2. Uang Penghargaan Masa Kerja (UPMK)
Orang bekerja bukan hanya soal gaji bulanan, tapi juga perlu mendapatkan penghargaan atas apa yang dikerjakan. Oleh karena itu kita mesti bersyukur hidup di negeri tercinta ini karena apa yang kita kerjakan juga dinilai dan dihargai. Minimal setelah 3 (tiga) tahun bekerja di perusahaan dan apabila terjadi pemutusan hak kerja, kita telah berhak mendapatkan penghargaan itu dalam bentuk uang. Semua itu juga diatur dalam Undang-Undang. Berikut ini adalah ketentuan uang penghargaan atas masa kerja seseorang di perusahaan. Ketentuan ini sesuai dengan UU Ketenagakerjaan Pasal 156 Ayat (3).
Perhitungan uang penghargaan masa kerja mengikuti ketentuan berikut ini:
§  Masa kerja 3 tahun/lebih tetapi kurang dari 6 tahun = 2 bulan upah
§  Masa kerja 6 tahun/lebih tetapi kurang dari 9 tahun = 3 bulan upah
§  Masa kerja 9 tahun/lebih tetapi kurang dari 12 tahun = 4 bulan upah
§  Masa kerja 12 tahun/lebih tetapi kurang dari 15 tahun = 5 bulan upah
§  Masa kerja 15 tahun/lebih tetapi kurang dari 18 tahun = 6 bulan upah
§  Masa kerja 18 tahun/lebih tetapi kurang dari 21 tahun = 7 bulan upah
§  Masa kerja 21 tahun/lebih tetapi kurang dari 24 tahun = 8 bulan upah
§  Masa kerja 24 tahun atau lebih = 10 bulan upah

3. Uang Penggantian Hak (UPH)
Selain dua komponen diatas setelah adanya pemutusan hubungan kerja mantan karyawan juga berhak berhak atas uang penggantian hak sebagai pesangon yang harus dibayarkan oleh perusahaan. Hal ini diatur dalam UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Pasal 156 Ayat (4). Uang penggantian hak yang seharusnya diterima oleh mantan karyawan tersebut sebagai berikut:
1.      Cuti tahunan yang belum sempat diambil atau belum gugur;
2.      Biaya transportasi pekerja (termasuk keluarga) ke tempat dimana ia diterima bekerja (uang ini biasanya diberikan ketika pekerja/karyawan ditugaskan ke lain daerah yang cukup jauh dan sulit dijangkau; perusahaan biasanya memberikan uang ganti transportasi);
3.      Biaya penggantian perumahan serta pengobatan dan perawatan yang ditetapkan 15% dari uang pesangon dan atau uang penghargaan masa kerja (UPMK) bagi yang memenuhi syarat;
4.      Hal-hal lain yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.
Ketentuan Khusus Mengenai Uang Pesangon Untuk Masing-Masing PHK
Terlepas dari patokan yang ditetapkan pada UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Pasal 156 Ayat (1) – (4) di atas, ada juga beberapa alasan PHK yang disebutkan secara jelas dalam UU mengenai besaran uang pesangon yang berhak didapatkan oleh karyawan/pegawai.  Berikut ini adalah rinciannya:
Jenis PHK
 UP
 UPMK
UPH
Uang pisah
UU. No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan
Pengunduran diri tanpa tekanan sesuai prosedur
-
-
UPH
Uang Pisah
Pasal 162 Ayat (1)
Tidak lulus masa percobaan
-
-
-
-
Pasal 154
Selesainya PKWT (Perjanjian Kerja Waktu Tertentu) / Masa Kontrak
-
-
-
-
Pasal 154 huruf b
Pekerja melakukan pelanggaran perjanjian kerja, perjanjian kerja bersama atau peraturan perusahaan
1X
1X
UPH
-
Pasal 161 Ayat (3)
Pekerja mengajukan PHK karena pelanggaran pengusaha
2X
1X
UPH
-
Pasal 169 Ayat (1)
Pernikahan antar pekerja (jika diatur oleh perusahaan)
1X
1X
UPH
-
Pasal 153
PHK masal karena perusahaan bangkrut
1X
1X
UPH
-
Pasal 164 (1)
PHK masal karena perusahaan melakukan efisiensi
2X
1X
UPH
-
Pasal 164 (3)
Pekerja tidak mau melanjutkan hubungan kerja karena peleburan, penggabungan atau perubahan status perusahaan
1X
1X
UPH
-
Pasal 163 Ayat (1)
Pengusaha tidak mau melanjutkan hubungan kerja karena peleburan, penggabungan, dan perubahan status perusahaan
2X
1X
UPH
-
Pasal 163 Ayat (2)
Perusahaan pailit
1X
1X
UPH

Pasal 165
Pekerja meninggal dunia
2X
1X
UPH
Uang Pisah
Pasal 166
Pekerja mangkir dari tugas selama 5 hari atau lebih dan telah mendapat panggilan 2 kali berturut-turut
-
-
UPH
Uang Pisah
Pasal 168 Ayat (1)
Sakit berkepanjangan atau kecelakaan kerja (masa kerja diatas 12 bulan)
2X
2X
UPH
-
Pasal 172
Usia  pensiun
2X
1X
UPH
-
Pasal 167
Pekerja ditahan dan tidak dapat memenuhi tugas (masa kerja diatas 6 bulan)
-
1X
UPH
-
Pasal 160 Ayat (7)
Pekerja ditahan dan diputuskan bersalah
-
1X
UPH
-
Pasal 160 Ayat (7)


Rabu, 03 Juli 2013

Tunjangan Hari Raya (THR)

Tanya Jawab Seputar Tunjangan Hari Raya (THR)
Sudah menjadi tradisi kultural di Indonesia apabila menjelang Hari Raya Idul Fitri, para pekerja mendapat Tunjangan Hari Raya (THR) sehingga pekerja dapat memanjakan keluarga mereka dengan pakaian baru, perlengkapan alat Sholat, hidangan lezat di Hari Raya atau sekedar melepas penat bersama keluarga.
Apa yang dimaksud dengan THR?
Tunjangan Hari Raya Keagamaan atau biasa disebut THR adalah hak pendapatan pekerja yang wajib dibayarkan oleh Pengusaha kepada pekerja menjelang Hari Raya Keagamaan yang berupa uang atau bentuk lain. Hari Raya Keagamaan disini adalah Hari Raya Idul Fitri bagi pekerja yang beragama Islam, Hari Raya Natal bagi pekerja yang beragama Kristen Katholik dan Protestan, Hari Raya Nyepi bagi pekerja bergama Hindu dan Hari Raya Waisak bagi pekerja yang beragama Buddha.
Adakah Hukum yang mengatur mengenai THR?
Ada, yaitu Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.PER.04/MEN/1994 tentang Tunjangan Hari Raya (THR) Keagamaan Bagi Pekerja di Perusahaan.
Siapa yang wajib membayar THR?
Berdasarkan PER.04/MEN/1994 ,setiap orang yang mempekerjakan orang lain dengan imbalan upah wajib membayar THR, entah itu berbentuk perusahaan, perorangan, yayasan atau perkumpulan.
Apakah semua pekerja berhak mendapat THR?
Sesuai dengan yang tertera di PER.04/MEN/1994 pasal 2, pengusaha diwajibkan untuk memberi THR Keagamaan kepada pekerja yang telah mempunyai masa kerja 3 (tiga) bulan atau lebih secara terus-menerus. Peraturan ini tidak membedakan status pekerja apakah telah menjadi karyawan tetap, karyawan kontrak atau karyawan paruh waktu.
Bagaimana cara menghitung THR?
Menurut PER.04/MEN/1994 pasal 3, besarnya THR adalah sebagai berikut:
·         Pekerja yang telah mempunyai masa kerja 12 bulan secara terus menerus atau lebih sebesar 1 (satu) bulan upah.
·         Pekerja yang telah mempunyai masa kerja 3 bulan secara terus menerus tetapi kurang dari 12 bulan diberikan secara proporsional dengan masa kerja, yakni dengan perhitungan: jumlah bulan masa kerja x 1 bulan upah
Contoh kasus :
Budi telah bekerja sebagai karyawan kontrak di PT. X selama 7 bulan. Budi sendiri mendapat upah pokok sebesar Rp 2.500.000 ditambah tunjangan kesehatan Rp 200.000 dan tunjangan transportasi Rp 500.000. Berapa THR yang bisa didapat Budi?
THR yang berhak Budi dapatkan adalah :
7/12 x (Rp. 2.500.000 + Rp. 200.000 + Rp. 500.000) = Rp. 1.866.666
Apa yang dimaksud dengan upah disini? Apakah hanya gaji pokok atau take home pay?
Yang dimaksud upah disini adalah gaji pokok ditambah tunjangan-tunjangan tetap sesuai dengan PER.04/MEN/1994 pasal 3 ayat 2. Akan tetapi perlu digaris bawahi, apabila perusahaan memiliki peraturan perusahaan (PP), atau Perjanjian Kerja Bersama (PKB), atau kesepakatan kerja yang memuat ketentuan jumlah THR lebih dari ketentuan PER.04/MEN/1994 tersebut, maka jumlah yang lebih tinggi yang berlaku. Sebaliknya, apabila ada ketentuan yang mengatur jumlah THR lebih kecil dari ketentuan yang diatur oleh peraturan tersebut, maka yang berlaku adalah ketentuan PER.04/MEN/1994
Perusahaan saya membayar THR berupa barang, apakah itu dibolehkan?
Menurut PER.04/MEN/1994 pasal 5, THR bisa diberikan dalam bentuk selain uang dengan syarat sebagai berikut:
1.    Harus ada kesepakatan antara pekerja dan pengusaha terlebih dahulu,
2.    Nilai yang diberikan dalam bentuk non-tunai maksimal 25% dari seluruh nilai THR yang berhak diterima karyawan, dan
3.    Barang tersebut selain minuman keras, obat-obatan, dan bahan obat, serta
4.    Diberikan bersamaan pembayaran THR.
Kapan Perusahaan wajib membayar THR?
THR harus diberikan paling lambat tujuh hari sebelum lebaran (H-7) hari keagamaan pekerja agar memberi keleluasaan bagi pekerja menikmatinya bersama keluarga. Namun apabila ada kesepaka
tan antara pengusaha dan karyawan untuk menentukan hari lain pembayaran THR, hal itu dibolehkan.
Bagaimana apabila Anda dipecat (PHK) sebelum hari Raya? Apakah tetap bisa mendapat THR?
Berdasarkan PER.04/MEN/1994 pasal 6, pekerja yang dipecat (PHK) tetap berhak mendapat THR apabila masa pemecatan maksimum 30 hari sebelum Hari Raya Keagamaan pekerja. Lain halnya untuk karyawan kontrak. Karyawan yang kontraknya berakhir paling lama 30 hari sebelum Hari Raya Keagamaan pekerja tidak berhak atas THR.
Bagaimana jika pengusaha tidak mau membayar THR?
Pengusaha yang melanggar ketentuan pembayaran THR akan diancam dengan hukuman sesuai dengan ketentuan pasal 17 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok mengenai Tenaga Kerja. Hukuman pidana kurungan maupun denda.
Apa yang bisa Anda lakukan apabila perusahaan melanggar ketentuan hak THR Anda?
Yang bisa Anda lakukan adalah adukan masalah ini ke Dinas Tenaga Kerja setempat. Selain itu, Anda juga bisa mengajukan gugatan perselisihan hak ke Pengadilan Hubunan Industrial di provinsi tempat Anda bekerja.
Sumber :
- Indonesia. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.PER.04/MEN/1994 tentang  Tunjangan Hari Raya (THR) Keagamaan Bagi Pekerja di Perusahaan
- Milis Forum HRD